Abnormalitas biosintesis heme menimbulkan gangguan yang dikenal dengan porfiria. Pada porfiria terjadi peningkatan ekskresi porfirin atau prazat porfirin. Kelainan ini jarang terjadi. Porfiria dibagi dalam 2 golongan besar yaitu : (1) Porfiria herediter; (2) Porfiria didapat (acquired porphyria). Organ atau sel yang paling banyak terkena pada porfiria umumnya merupakan organ atau sel yang aktif menyintesis heme seperti sumsum tulang dan hati. Oleh karena itu porfiria juga sering diklasifikasikan berdasarkan organ atau sel yang terkena yaitu porfiria eritropoetik dan hepatik.
1. Porfiria Herediter
a. Acute Intermittent Porphyria
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dan biasanya menjadi nyata setelah usia pubertas. Pada penderita ini aktivitas enzim uroporfirinogen I menurun sehingga sintesis AmLev sintase meningkat. Akibatnya terjadi akumulasi AmLev dan porfobilinogen di jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urine. Kedua bahan ini tak berwarna tetapi jika terkena sinar/udara porfobilinogen akan menjadi porfirin yang berwarna, sehingga urine penderita menjadi berwarna gelap jika terkena sinar/udara.
Akumulasi AmLev dan porfobilinogen menimbulkan efek toksik pada syaraf abdomen dan SSP, sehingga menimbulkan gejala klinis nyeri perut, muntah-muntah, dan gangguan neuropsikiatri. Kemungkina AmLev juga dapat menghambat enzim ATP-ase di jaringan syaraf atau mungkin AmLev diambil jaringan otak sehingga melumpuhkan hantaran impuls syaraf.
Penderita ini tak mengalami kepekaan yang abnormal terhadap cahaya pada kulitnya. Serangan akut sering terjadi sebagai akibat dari pemberian obat-obatan seperti barbiturat, hormon estrogen dan steroid yang dalam proses metabolismenya memerlukan heme (sitokrom-P450). Pemakaian heme mengakibatkan konsentrasinya menurun sehingga hambatan terhadap AmLev sintase menurun akibatnya aktivitas AmLev sintase meningkat, produksi AmLev dan porfobilinogen juga meningkat, terjadilah serangan akut.
b. Congenital Erytropoetic Porphyria
Merupakan penyakit autosomal resesif. Disini terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III kosintase, dimana terdapat kekurangan uroporfirinogen III kosintase, sehingga pembentukan derivat yang simetris lebih besar dari yang asimetris. Karena koproporfirinogen oksidase tidak dapat bekerja pada koproporfirinogen I (bentuk yang simetris) mengakibatkan terjadinya akumulasi koproporfirinogen I dan prazat-prazat sebelumnya.
Penderita ini mengekskresi uroporfirinogen I dan koproporfirinogen I dalam urine yang segera dioksidasi menjadi uroporfirin I dan koproporfirin I yang berwarna merah. Dengan sinar UV gigi penderita memberikan fluoresensi merah, sedangkan kulitnya menunjukkan fotosensitifitas yang berlebihan dan kerapuhan yang menyolok.
Porfirinogen akan mengalami oksidasi menjadi porfirin. Derivat porfirin yang bersesuaian akan bereaksi terhadap cahaya tampak dengan panjang gelombang 400 nm. Pajanan cahaya ini menyebabkan porfirin terangsang dan bereaksi dengan oksigen molekuler sehingga terbentuk radikal oksigen. Karena reaktifitasnya radikal oksigen yang terbentuk dapat menyerang berbagai komponen sel termasuk lisosom. Lisosom yang rusak mengeluarkan enzim pengurai yang mengakibatkan kerusakan dan kecacatan pada kulit. Hal inilah yang mendasari terjadinya fotosensitifitas berlebihan yang mengakibatkan penderitanya menyukai kegiatan di malam hari. Kenyataan ini, ditambah dengan gangguan neuropsikiatri yang terjadi menimbulkan spekulasi bahwa prototipe manusia srigala adalah penderita porfiria.
Pemberian β karoten dan tabir surya dapat mengurangi fotosensitifitas. β karoten bekerja dengan cara menetralisir radikal oksigen (bertindak sebagai antioksidan) sedangkan tabir surya dapat menyaring/mengurangi paparan cahaya tampak.
c. Coproporphyria
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan. Gangguan terjadi akibat kekurangan enzim koproporfirinogen oksidase yang mengkatalisis perubahan koproporfirinogen III menjadi protoporfirinogen IX. Koproporfirinogen III yang berlebihan akan diekskresi melalui urine dan feces yang segera dioksidasi menjadi koproporfirin yang berwarna merah. Disini terjadi hambatan pembentukan heme terutama dalam keadaan stres, sehingga menyebabkan derepresi AmLev sintase, akibatnya terjadi penumpukan AmLev, porfobilinogen dan intermediet-intermediet heme proksimal terjadinya hambatan. Pada penderita ini terjadi penumpukan AmLev dan porfobilinogen dan sedikit gejala foto sensitifitas oleh karena terjadi kelebihan koproporfirinogen dan uroporfirinogen. Pemberian infus hematinakan memberikan perbaikan terhadap penderita.
d. Porfiria Varigata (Variegate Porphyria)
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan. Gangguan terjadi akibat hambatan parsial perubahan protoporfirinogen menjadi heme dan tampaknya yang bertanggungjawab adalah 2 enzim dalam mitokondria yaitu protoporfirinogen oksidase dan ferokelatase. Kultur sel fibroblas kulit dari penderita ini menunjukkan hanya 50% dari batas normal enzim protoporfirinogen oksidase. Penderita menunjukkan defisiensi heme yang relatif pada keadaan stres dan terjadi derepresi dari AmLev sintase. Pada penderita ini diekskresi AmLev, porfobilinogen, uroporfirin, koproporfirin didalam urine dan uroporfirin, koproporfirin dan protoporfirin dalam fecesnya. Penderita menunjukkan fotosensitifitas pada kulitnya.
e. Porphyria Cutanea Tarda
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan tetapi baru muncul terutama bila terjadi kerusakan hati. penyakit ini merupakan jenis porfiria yang paling sering dijumpai. Biasanya berhubungan dengan beberapa kerusakan hati terutama oleh karena terlampau banyak alkohol atau besi. Penyebab gangguan metabolisme sebenarnya belum diketahui dengan jelas, tetapi mungkin disebabkan defisiensi parsial enzim uroporfirinogen dekarboksilase.Urine penderita mengandung uroporfirin I dan III yang meningkat tetapi jarang dijumpai peningkatan ekskresi AmLev dan porfobilinogen dalam urine. Di dalam hati terdapat banyak porfirin sehingga menunjukkan fluoresensi yang kuat. Manifestasi klinis utama pada penderita ini adalah fotosensitifitas pada kulitnya.
f. Erythropoetic Protoporphyria
Disebabkan defisiensi parsial dari aktifitas enzim ferokelatase yang herediter dominan pada mitokondria semua jaringan. Gejala klinis sering berhubungan dengan urtikaria akut oleh sinar matahari. Protoporfirin IX meningkat didalam eritrosit, plasma dan feces, sedangkan kulit dan retikulosit menunjukkan fluoresensi merah.
a. Acute Intermittent Porphyria
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan dan biasanya menjadi nyata setelah usia pubertas. Pada penderita ini aktivitas enzim uroporfirinogen I menurun sehingga sintesis AmLev sintase meningkat. Akibatnya terjadi akumulasi AmLev dan porfobilinogen di jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urine. Kedua bahan ini tak berwarna tetapi jika terkena sinar/udara porfobilinogen akan menjadi porfirin yang berwarna, sehingga urine penderita menjadi berwarna gelap jika terkena sinar/udara.
Akumulasi AmLev dan porfobilinogen menimbulkan efek toksik pada syaraf abdomen dan SSP, sehingga menimbulkan gejala klinis nyeri perut, muntah-muntah, dan gangguan neuropsikiatri. Kemungkina AmLev juga dapat menghambat enzim ATP-ase di jaringan syaraf atau mungkin AmLev diambil jaringan otak sehingga melumpuhkan hantaran impuls syaraf.
Penderita ini tak mengalami kepekaan yang abnormal terhadap cahaya pada kulitnya. Serangan akut sering terjadi sebagai akibat dari pemberian obat-obatan seperti barbiturat, hormon estrogen dan steroid yang dalam proses metabolismenya memerlukan heme (sitokrom-P450). Pemakaian heme mengakibatkan konsentrasinya menurun sehingga hambatan terhadap AmLev sintase menurun akibatnya aktivitas AmLev sintase meningkat, produksi AmLev dan porfobilinogen juga meningkat, terjadilah serangan akut.
b. Congenital Erytropoetic Porphyria
Merupakan penyakit autosomal resesif. Disini terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III kosintase, dimana terdapat kekurangan uroporfirinogen III kosintase, sehingga pembentukan derivat yang simetris lebih besar dari yang asimetris. Karena koproporfirinogen oksidase tidak dapat bekerja pada koproporfirinogen I (bentuk yang simetris) mengakibatkan terjadinya akumulasi koproporfirinogen I dan prazat-prazat sebelumnya.
Penderita ini mengekskresi uroporfirinogen I dan koproporfirinogen I dalam urine yang segera dioksidasi menjadi uroporfirin I dan koproporfirin I yang berwarna merah. Dengan sinar UV gigi penderita memberikan fluoresensi merah, sedangkan kulitnya menunjukkan fotosensitifitas yang berlebihan dan kerapuhan yang menyolok.
Porfirinogen akan mengalami oksidasi menjadi porfirin. Derivat porfirin yang bersesuaian akan bereaksi terhadap cahaya tampak dengan panjang gelombang 400 nm. Pajanan cahaya ini menyebabkan porfirin terangsang dan bereaksi dengan oksigen molekuler sehingga terbentuk radikal oksigen. Karena reaktifitasnya radikal oksigen yang terbentuk dapat menyerang berbagai komponen sel termasuk lisosom. Lisosom yang rusak mengeluarkan enzim pengurai yang mengakibatkan kerusakan dan kecacatan pada kulit. Hal inilah yang mendasari terjadinya fotosensitifitas berlebihan yang mengakibatkan penderitanya menyukai kegiatan di malam hari. Kenyataan ini, ditambah dengan gangguan neuropsikiatri yang terjadi menimbulkan spekulasi bahwa prototipe manusia srigala adalah penderita porfiria.
Pemberian β karoten dan tabir surya dapat mengurangi fotosensitifitas. β karoten bekerja dengan cara menetralisir radikal oksigen (bertindak sebagai antioksidan) sedangkan tabir surya dapat menyaring/mengurangi paparan cahaya tampak.
c. Coproporphyria
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan. Gangguan terjadi akibat kekurangan enzim koproporfirinogen oksidase yang mengkatalisis perubahan koproporfirinogen III menjadi protoporfirinogen IX. Koproporfirinogen III yang berlebihan akan diekskresi melalui urine dan feces yang segera dioksidasi menjadi koproporfirin yang berwarna merah. Disini terjadi hambatan pembentukan heme terutama dalam keadaan stres, sehingga menyebabkan derepresi AmLev sintase, akibatnya terjadi penumpukan AmLev, porfobilinogen dan intermediet-intermediet heme proksimal terjadinya hambatan. Pada penderita ini terjadi penumpukan AmLev dan porfobilinogen dan sedikit gejala foto sensitifitas oleh karena terjadi kelebihan koproporfirinogen dan uroporfirinogen. Pemberian infus hematinakan memberikan perbaikan terhadap penderita.
d. Porfiria Varigata (Variegate Porphyria)
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan. Gangguan terjadi akibat hambatan parsial perubahan protoporfirinogen menjadi heme dan tampaknya yang bertanggungjawab adalah 2 enzim dalam mitokondria yaitu protoporfirinogen oksidase dan ferokelatase. Kultur sel fibroblas kulit dari penderita ini menunjukkan hanya 50% dari batas normal enzim protoporfirinogen oksidase. Penderita menunjukkan defisiensi heme yang relatif pada keadaan stres dan terjadi derepresi dari AmLev sintase. Pada penderita ini diekskresi AmLev, porfobilinogen, uroporfirin, koproporfirin didalam urine dan uroporfirin, koproporfirin dan protoporfirin dalam fecesnya. Penderita menunjukkan fotosensitifitas pada kulitnya.
e. Porphyria Cutanea Tarda
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan tetapi baru muncul terutama bila terjadi kerusakan hati. penyakit ini merupakan jenis porfiria yang paling sering dijumpai. Biasanya berhubungan dengan beberapa kerusakan hati terutama oleh karena terlampau banyak alkohol atau besi. Penyebab gangguan metabolisme sebenarnya belum diketahui dengan jelas, tetapi mungkin disebabkan defisiensi parsial enzim uroporfirinogen dekarboksilase.Urine penderita mengandung uroporfirin I dan III yang meningkat tetapi jarang dijumpai peningkatan ekskresi AmLev dan porfobilinogen dalam urine. Di dalam hati terdapat banyak porfirin sehingga menunjukkan fluoresensi yang kuat. Manifestasi klinis utama pada penderita ini adalah fotosensitifitas pada kulitnya.
f. Erythropoetic Protoporphyria
Disebabkan defisiensi parsial dari aktifitas enzim ferokelatase yang herediter dominan pada mitokondria semua jaringan. Gejala klinis sering berhubungan dengan urtikaria akut oleh sinar matahari. Protoporfirin IX meningkat didalam eritrosit, plasma dan feces, sedangkan kulit dan retikulosit menunjukkan fluoresensi merah.
2. Porfiria (di dapat) Akuisita
Disebabkan oleh zat-zat yang toksik seperti heksaklorobenzen, timbal, garam logam berat dan obat-obatan seperti griseofulvin. Logam berat menghambat beberapa enzim yang berperanan pada sintesis heme termasuk AmLev dehidratase, uroporfirinogen sintase dan ferokelatase. Timbal dapat terikat pada gugus SH ferokelatase dan AmLev dehidratase sehingga aktifitasnya terganggu.
Disebabkan oleh zat-zat yang toksik seperti heksaklorobenzen, timbal, garam logam berat dan obat-obatan seperti griseofulvin. Logam berat menghambat beberapa enzim yang berperanan pada sintesis heme termasuk AmLev dehidratase, uroporfirinogen sintase dan ferokelatase. Timbal dapat terikat pada gugus SH ferokelatase dan AmLev dehidratase sehingga aktifitasnya terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar