Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah: (1) suhu; (2) pH; (3) kadar enzim; (4) kadar substrat; (5) aktivator; (6) inhibitor.
Suhu
Pada suhu kurang dari atau sama dengan 0ºC, biasanya enzim tidak mengalami kerusakan, tetapi umumnya tidak aktif. Pada suhu yang meningkat, kecepatan reaksi enzimatis akan bertambah. Setiap kenaikan suhu 10ºC kecepatan reaksi enzimatis meningkat dua kali lipat, tapi hanya sampai keadaan dimana tingkat energi kinetik enzim tidak melampaui tingkat yang memecahkan ikatan nonkovalen yang mempertahankan struktur protein/enzim. Kecepatan reaksi meningkat bila suhu ditingkatkan sampai pada suhu optimum.
Pada suhu kurang dari atau sama dengan 0ºC, biasanya enzim tidak mengalami kerusakan, tetapi umumnya tidak aktif. Pada suhu yang meningkat, kecepatan reaksi enzimatis akan bertambah. Setiap kenaikan suhu 10ºC kecepatan reaksi enzimatis meningkat dua kali lipat, tapi hanya sampai keadaan dimana tingkat energi kinetik enzim tidak melampaui tingkat yang memecahkan ikatan nonkovalen yang mempertahankan struktur protein/enzim. Kecepatan reaksi meningkat bila suhu ditingkatkan sampai pada suhu optimum.
Pada suhu optimum reaksi berlangsung paling cepat. Enzim didalam tubuh manusia memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Enzim organisme mikro yang hidup dalam lingkungan dengan suhu tinggi mempunyai suhu optimum yang tinggi. Bila suhu ditingkatkan terus, maka jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi sehingga kecepatan reaksi justru menurun. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai 70 oC. Dalam beberapa keadaan, selama proses denaturasi masih reversibel jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya dapat pulih.
Pada suhu yang meningkat, kecepatan reaksi juga meningkat (Vo), tetapi denaturasi lebih mudah terjadi. Suhu optimum selalu berubah tergantung pada waktu.
pH
Enzim merupakan protrein jadi peka terhadap perubahan pH. Perubahan pH yang moderat ( berkisar 5 -9 ) akan mempengaruhi aktifitas enzim dengan mengubah status muatan pada gugus R yang bersifat asam atau basa lemah dari residu asam amino yang berfungsi pada proses katalisis. Perubahan pH dapat pula mengubah status muatan subtrat .
pH dimana enzim tersebut bekerja aktif secara optimal disebut pH optimum, yaitu pH dimana ∆S/t pada tiap-tiap saat selalu lebih besar dibandingkan pada pH yang lain.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, enzim akan mengalami denaturasi.Hal ini disebabkan terjadinya protonasi atau deprotonasi residu asam amino yang bersifat asam atau basa sehingga residu tersebut tidak dapat lagi membentuk ikatan garam yang mempertahankan struktur sekunder, tersier dan kuartener.
Enzim merupakan protrein jadi peka terhadap perubahan pH. Perubahan pH yang moderat ( berkisar 5 -9 ) akan mempengaruhi aktifitas enzim dengan mengubah status muatan pada gugus R yang bersifat asam atau basa lemah dari residu asam amino yang berfungsi pada proses katalisis. Perubahan pH dapat pula mengubah status muatan subtrat .
pH dimana enzim tersebut bekerja aktif secara optimal disebut pH optimum, yaitu pH dimana ∆S/t pada tiap-tiap saat selalu lebih besar dibandingkan pada pH yang lain.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, enzim akan mengalami denaturasi.Hal ini disebabkan terjadinya protonasi atau deprotonasi residu asam amino yang bersifat asam atau basa sehingga residu tersebut tidak dapat lagi membentuk ikatan garam yang mempertahankan struktur sekunder, tersier dan kuartener.
Sebagian besar enzim di dalam tubuh mempunyai pH optimum antara 5 - 9, kecuali beberapa enzim misalnya pepsin (pH optimum = 2) dan (pH optimum=8).
Asam amino penyusun protein pada pH isolektrik (muatan + = -), digambarkan sebagai berikut :
Pada pH <> pH isoelektrik, gugus NH3+ akan berubah menjadi NH2. Dari uraian tersebut jelas bahwa perubahan pH dapat merubah muatan gugus asam amino, sehingga mengganggu aktivitasnya. Sebagai contoh misalnya reaksi antara enzim yang bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya yang bermuatan positif (SH+).
Asam amino penyusun protein pada pH isolektrik (muatan + = -), digambarkan sebagai berikut :
Pada pH <> pH isoelektrik, gugus NH3+ akan berubah menjadi NH2. Dari uraian tersebut jelas bahwa perubahan pH dapat merubah muatan gugus asam amino, sehingga mengganggu aktivitasnya. Sebagai contoh misalnya reaksi antara enzim yang bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya yang bermuatan positif (SH+).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar