Banyak pasangan suami istri yang sudah lama menikah, tapi belum mempunyai anak. Permasalahan anatara pasangan yang satu dengan yang lain belum tentu sama. Aktifitas fisik yang berlebihan, beban kerja yang terlalu berat, terutama bagi para suami bisa menjadi salah satu pemicunya. Aktifitas fisik berat, bagi sebagian orang tidak bisa dihindarkan. Buruh tani, buruh bangunan, pekerja kasar, atlit bahkan sebagian tentara ‘terpaksa’ harus melakukan rutinitas berupa aktifitas fisik berat.
Aktifitas fisik berat yang rutin dilakukan ternyata dapat meningkatkan produksi radikal bebas, seperti ion superoksida (•O2-), radikal peroksil (•OOH), dan radikal hidroksil (•OH). Radikal bebas tersebut merupakan anggota ROS. Bahkan peningkatan jumlah superoksida radikal darah bisa mencapai 75 kali lebih tinggi dibandingkan dengan saat istirahat.
Peningkatan ROS yang melebihi kapasitas antioksidan endogen tubuh dapat mencetuskan peristiwa stres oksidatif.
Pada kondisi stres oksidatif ROS dapat menyerang berbagai sel, termasuk sel leydig dan sertoli. Membran kedua sel tersebut banyak mengandung asam lemak tak jenuh (asam-asam linoleat, linolenat dan arakidonat). Asam lemak tak jenuh ini rentan terhadap serangan senyawa radikal. ROS juga dapat menimbulkan kerusakan pada DNA serta reseptor-reseptor pada sel leydig dan sertoli.
Kerusakan membran akan menyebabkan kematian sel leydig dan sertoli. Penurunan jumlah sel leydig berarti akan menurunkan produksi testosteron. Testosteron dibutuhkan dalam fertilitas seorang pria karena mempunyai efek tropik yang kuat terhadap spermatogenesis. Penurunan testosteron akan menyebabkan proses spermatogenesis tidak berjalan optimal dan menyebabkan infertilitas.
Untuk menghindari terjadinya infertilitas, pada kondisi demikian, perlu dipertimbangkan mengkonsumsi antioksidan eksogen. Antioksidan eksogen tidak harus berupa obat-obatan. Makanan sehari-hari kita, juga banyak yang mengandung antioksidan. Antioksdan dapat membantu mengatasi stres oksidatif sehingga sel sertoli dan sel leydig tidak mengalami kerusakan. Dengan demikian infertilitas akibat stres oksidatif bisa dihindari (Hairrudin, Dina Helianti dan Maulidina FN dalam Majalah Ilmu Faal Indonesia, 2008: (http://jbai.iregway.com/index.php/jurnal/article/view/187)